Pages

Ads 468x60px

Rabu, 31 Maret 2010

Cara mudah menumbuh dan melebatkan rambutmu dengan KANGKUNG..gals..^^

Assalamu'alaikum


Bismillahirrahmanirrahim..

Nulis lagi ah...^^
Iya karena salah satu niat ngebuat blog ini adalah berbagi ilmu dan meluaskan kebermanfaatnya, jadi kayanya ndak nahan gitu untuk membagi ilmu-ilmu yang walaupun hanya secuil ini kepada temen-temen ^^
Hmm..Iya nih ceritanya, lagi ngetik-ngetik skripsi eh terlintas aja sebuah resep kecantikkan yang didapet juga dari temen, yaitu melebatkan dan menumbuhkan rambut dengan sayuran bernama KANGKUNG..Weitss kok kangkung??! Iya awalnya aq juga ga percaya, masa sih..? Tapi ternyata karena temenku itu emang udah ngebuktiin dan memang terbukti BENAR adanya, maka ga ada salahnya aq share resep nenek moyang yang alami, mudah, murah dan aman itu di sini..hehe..

Nah..untuk mbak2, adek2, bunda2, dll..Coba ya resep di bawah ini, gampang ko;


Beli 1 ikat kangkung, tapi kalo punya tanemannya sendiri ya tinggal ambil aja..hehe
Setelah itu cuci bersih (ga usah pake sabun detergent ye..^^) terus letakkan di wadah yg sudah berisi air bersih, ga perlu banyak, 1/2 gayung mandi aja ya..
Oia..resep ini hanya disarankan dibuat pada malam hari..Lowh??Tenang bukan karena ada hal-hal mistis, tapi karena harus di-embunin alias di taruh diluar rumah biar terkena embun pagi..Getoohh ^^ 


Kemudian setelah dicuci bersih dan diberi air, silahkan diremas-remas hingga mengeluarkan getahnya, setelah itu letakkan diluar rumah dan tunggu sampai besok pagi.


Keesokkan pagi ...

Air kangkung yang sudah diembunin (ga usah disaring, repot..) ambil sedikit demi sedikit dan dioleskan ke seluruhan kepala atau kalo yang mau punya kumis juga boleh di bawah hidung..heheheh..
Diamkan selam 15 menit, kemudian keramas yang bersih ya..
Lakukan selama 1 minggu, insyAllah hasil akan terlihat lowh...^^


Semoga bermanfaat, karena memang sudah membuktikan wlw blum dimkomersialkan..hehehe

Fiuuhhh..sekarang ngerjain skripsi lagi ah....


Wasalamu'alaikum

Totalitas Pengabdian pada Allah SWT , Kunci Keberhasilan Dunia dan Akhirat


Assalamu'alaikum . . 
Bismillahirrohmanirrohim..

Siapa yang tidak mau berhasil di dunia dan akhirat. Menjadi trilyuner di dunia sekaligus trilyuner di akhirat. Anda mau? Pasti mau, wong saya saja mau ko!..Hehe ^^v
Sedemikian pentingkah berhasil didunia dan akhirat?. Menurut anda bagaimana?. Pentingkah dalam hidup ini kita berhasil memiliki segunung harta berasal dari sumber yang halal dan thayyib serta mendapat jaminan dariNya bahwa kita termasuk orang-orang sukses yang sudah dibangunkan rumah dari mutiara di surgaNya?.

Sebuah prestasi yang didambakan setiap insan di bumi ini. Terlepas dia memiliki keyakinan atau agama yang berbeda. Mencapai keberhasilan dunia pastilah menjadi dambaan, karena dengan keberhasilan di dunia kita dapat memiliki hal yang kita inginkan. Begitu juga keberhasilan di akhirat. Hal yang paling kita inginkan tentunya ”diterima dengan baik” di surga Allah SWT. Kedua hal itu secara beriringan menjadi agenda hidup kita dan memberi kita sebuah pilihan pada akhirnya, yaitu pilihan untuk memiliki keberhasilan setinggi-tingginya di dunia atau berhasil dengan bangga menjadi salah satu penghuni surgaNya yang di dalamnya tidak ada kenikmatan yang fana, semua bersifat abadi dan tidak mengenal kata habis.

Tetapi kita tahu, dalam mencapai prestasi pasti butuh proses dan tidaklah sebentar. Bener ga?!. Layaknya seorang yang bayi harus melalui proses melelahkan selama beberapa bulan sampai sang bayi mampu merangkak, merambat tembok dan pada akhirnya  mampu berjalan.

Begitulah hidup, ada proses di dalamnya dan harus di lalui. Begitu juga dalam pencapaian keberhasilan yang saya sebutkan di atas. Semua tidak instant, karena itulah ujian kita sebagai abdi Allah SWT sekaligus makhluk ciptaanNya yang paling mulia. Proses apakah yang harus kita jalani? Melelahkan kah?. Proses itu bernama pengabdian, apakah ia melelahkan? Jawabannya adalah ”Ya”!.

Pengabdian adalah salah satu wujud proses meraih prestasi-prestasi tersebut di atas. Pengabdian yang bukan sembarang pengabdian. Tetapi pengabdian yang totalitas atau bersungguh-sungguh. Tidak separuh-separuh atau setengah hati, karena pengabdian ini bukanlah pengabdian ABS atau ”Asal Bapak Senang”. Tapi, pengabdian ini bersifat lebih istimewa karena hasil yang akan kita dapat juga sangat istimewa jika kita menjalankan dan melaluinya dengan ikhlas dan sabar. Anda tahu? Jaminan pengabdian ini adalah SurgaNya yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dari mata air Salsabila yang mengeluarkan air seputih susu dan selembut krim, yang dikelilingi pasangan yang selalu muda dan manusia-manusia yang tidak mengeluarkan kata-kata yang sia-sia dan yang hawanya tidak dingin tidak juga panas.

Tapi, pengabdian tidak hanya sekedar pengabdian. Harus ada niat tulus karena Allah SWT, tujuan yang satu yaitu ridla-Nya dan surgaNya.

Totalitas pengabdian telah Allah SWT perintahkan kepada kita, karena hanya itulah yang dapat kita berikan padaNya, yup..hanya sebuah pengabdian yang totalitas. Kita tentu sadar, kita tidak akan pernah bisa memberikan kepada Allah SWT seperti Allah SWT memberikan oksigen dan degupan jantung pada kita hingga detik ini. Perintah ini Allah SWT tulisakan dalam sebuah ayat,
Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku
 (Q.S. Adz Dzaariyaat [51]: 56).
Masihkan kita memalingkan muka dari perintahNya yang hanya meminta kita mengabdikan diri hanya padaNya. Tentunya, pengabdian tak terhenti pada masalah ibadah yaummiyah seperti shalat, puasa wajib atau sunnah, infaq dan zakat. Pengabdian yang totalitas bagi kita para pendidik dapat berupa mendidik dan membina objek didik kita dengan baik dan tulus serta ikhlas hanya karena Allah SWT. Ada ladang pahala di setiap kebaikan yang kita lakukan. Ada kemudahan untuk segala kebaikan yang dapat kita kerjakan untuk sebuah totalitas pengabdian padaNya..sang Rabbul Izzati..

Bunga_Colourfull
Wassalamu'alaikum..
-22.44@baiti jannati-

Fu Yung Hai ala Bunga dijamin Halal 100% n Mantabbzzz..^^

Assalamu'alaikum ..

Hmm..Hari ini karena mang ga kemana-mana coz harus ngerjain skripsi di rumah, jadinya ya kembali k tugas amanah dari emak, yg ga lain ga bukan adalah masak..hohoho
Tadinya mau bwat oseng-oseng buncis pake tahu dan Fu Yung Hai..Tapi si Babeh udah beli cap cay jadinya ya buat Fu Yung Hai aja dah..
Anyway..temen-temen tw kan ya Fu Yung Hai itu apa???
Fu Yung Hai itu makanan Cina..ya eyalaah dari namanya juga udah ketauan..Hehehehhehe..masa dari Jawa..
Iya..si Fu ini terbuat dari Telor, daging , dll..Nahh mending aq tulis resepnya ya..:) Sekedar berbagi lah..Daripada beli di Restoran yg blm jelas ke Halal-annya jadi ya mending kita buat sendiri aja ya ..^^

Bahan-bahan yg dibutuhin:
1 Siung bawang merah = di iris tipis aja
2 Siung bawang putih = dikeprek aja
1 Buah Tomat = iris bulat dan tipis 
2 Butir Telur ayam = kocok lepas
Corned Beef atau daging cincang = Ambil aja setengahnya
1 Batang Daun bawang = iris tipis
Mentega secukupnya = untuk menumis
Lada bubuk = secukupnya
Garam = secukupnya
Gula pasir = secukupnya
Saus Tomat = secukupnya
Kaldu bubuk =  setengah sendok teh
1 Sendok teh Tepung Maizena = di larutkan dengan air sedikit aja ya jangan se galon..:D
Air putih secukupnya

Cara membuat :

- Campurkan telur yang sudah d kocok dengan Corned Beef sampai bercampur rata dan tidak ada yg menggumpal. Beri sedikit garam, kaldu bubuk, dan lada serta daun bawang (kalau ada kacang polong oke juga). Kemudian goreng seperti membuat telur dadar. Kalau sudah matang, angkat dan sisihkan
- Tumis bawang merah dan putih sampai harum, kemudian masukan air putih jangan terlalu banyak dan masukan saus tomat, aduk hingga rata. Beri garam, gula dan lada bubuk, aduk hingga rata dan baru campur dengan larutan maizena. Aduk-aduk, jangan lupa dicicipi ya ^^..Biakan mendidih
- Setelah sausnya mendidih, masukan si telur dan daging, diamkan sebentar kemudian angkat dan Hmmm..Sajikan deh..

Selamet mencoba ye..Maap nih  blum ada gambarnya, soalnya baru inget pas udah abis..hehehe
Cukup utk 3 porsi ^^

Selasa, 30 Maret 2010

Martabak Mie Keju (mantabb)

Martabak Mie keju

Bahan :
2 bungkus mie instant rasa soto
2 butir telur
50 ml susu cair
1 batang daun bawang, iris halus
2 buah tomat, potong-potong
1 batang seledri, cincang halus
100 gr keju parut
2 sdm margarine
2 buah sosis iris kotak-kotak kecil
lada bubuk secukupnya


Cara membuat :
1. Rebus mie hingga setengah matang, angkat dan tiriskan
2. Campur mie, bumbu mie, daun bawang, tomat, seledri dan sebagian keju parut.
Masukkan telur dan susu, aduk rata
3. Panaskan margarine diatas pan dadar kecil, masukkan adonan, masak hingga
matang. Angkat
4. Sajikan panas dengan taburan keju parut

Hasil:untuk 6 porsi

Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-1)





dakwatuna.com – Allah berfirman: “Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).
Bila para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.
Dalam kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14. Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)
Ayat di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.
Rasulullah bersabda:
“Terimalah wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu, terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan Al-Hafidz Al-Iraqi).
Pada riwayat lain dari hadits ini dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).
Syeikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku (rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”
Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu, Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”
Sejarah tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah saw mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.
Dr. Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan.
Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al Jinsiyah, hal. 70).
Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.
Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.
Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.
Kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).
Hal ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi. Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.
– bersambung…^^v